Selasa, 26 Juli 2016

Pertemuan ke 20

╔═ ❁📖❁ ═══════════╗
      ❝ KAJIAN   AKIDAH ❞
╚══════ ❁📖❁ ══════╝

Kitab: Syarh Al-Qawaidul Arba'.

Karya Syaikhul Islam Muhammad bin Abdil Wahhab rahimahullah.

Pensyarah: Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdillah al-Fauzan hafizhahullah.

                       بسم اللــــــه الرحمـن الرحـــيم

MATAN :

وَ حَدِيْثُ أَبِي وَاقِدِ اللَّيْثِّيِّ رَضِيَ اللّٰه عَنهُ قَالَ:

(( خَرَجْنَا مَعَ النَّبِي صَلَّى اللّٰه عَلَيْهِ وَسَلَّم إِلَىٰ حُنَيْنٍ وَنَحْنُ حُدَثاَءُ عَهْدٍ بِكُفْرٍ، وَ لِلْمُشْرِكِينَ سِدْرَةٌ يَعْكُفُونَ عِنْدَهَا وَيَنُوطُوْنَ بِهَا أَسْلِحَتَهُمْ، يُقَالَ لَهَا : ذَاتُ أَنْوَاطٍ، فَمَرَرنَا بِسِدْرَةٍ ، فَقُلْنَا : يَارَسُوْلُ اللّٰه اِجْعَلُ لَنَا ذَاتَ أَنوَاطٍ كَمَا لَهُمْ ذَاتُ أَنوَاطٍ.)) الحديث.

(Dalil lain bahwa di sana ada dari kaum musyrikin yang menyembah pepohonan adalah)

Hadits Abu Waqid Al-Laitsy -radhiyallahu 'anhu-, beliau berkata: "Kami pernah keluar bersama Nabi shallallahu alaihi wasallam menuju Hunain (ketika itu kami baru saja keluar dari kekafiran). Kaum musyrikin memiliki sebuah pohon sidr (pohon bidara) yang mereka melakukan i'tikaf padanya dan mengantungkan senjata-senjata mereka, mereka menyebutnya "Dzatu Anwath". Maka ketika kami melewati sebuah pohon sidr, kami berkata: "Wahai Rasulullah, jadikanlah untuk kami sebuah Dzatu Anwath sebagaimana mereka (kaum musyrikin) juga memiliki dzatu anwath" .....sampai akhir hadits"

••━══━━═🍃🌻🍃═━━══━••

                 SYARH:

Abu Waqid Al-Laitsy termasuk shahabat yang masuk islam pada tahun penaklukan Makkah (8 Hijriah).

(يقال لها : ذات أنواط)

Kata أنواط adalah bentuk jama' dari نوط : gantungan, yaitu yang memiliki gantungan-gantungan.

Kaum musyrikin menggantungkan senjata-senjata mereka dengan tujuan mengharap barakah darinya.

Sebagian shahabat yang baru saja memeluk islam dan belum mengerti tauhid secara sempurna berkata : "Jadikanlah untuk kami dzatu anwath sebagaimana mereka (kaum musyrikin) punya dzatu anwath." Ini adalah musibah/bencana dari taqlid (ikut-ikutan) dan tasyabbuh (menyerupai), dan ini adalah di antara musibah yang paling besar.

Seketika itu Nabi terkejut dan berkata:

((الله أكبر ! الله أكبر ! الله أكبر ! )).

Dan adalah Nabi -shalallahu 'alaihi wasallam- apabila terkejut atau mengingkari suatu hal, maka beliau bertakbir atau mengucapkan (سبحان الله) dan mengulang-ulangnya.

((إنها السنن))

Yaitu jalan-jalan yang akan ditempuh oleh manusia dan sebagian mereka akan mengikuti jejak sebagian yang lain. Sebab yang membawa kalian pada hal tersebut adalah sunnah-sunnah (jalan-jalan) para pendahulu dan tasyabbuh dengan kaum musyrikin.

((قلتم -والذي نفسي بيده- كما قالت بنو إسرائيل لموسى: {اجعل لنا إلـها كما لهم ءالهة قال إنكم قوم تجهلون} الأعراف:١٣٨ ))

" Demi yang jiwaku ada ditangan-Nya, kalian berkata sebagaimana bani israil berkata kepada Musa : Buatkanlah untuk kami sesembahan (selain Allah) sebagaimana mereka punya sesembahan-sembahan".{Al-A'raf-138}

Nabi Musa alaihissalam setelah menyebrangi laut bersama bani israil dan Allah telah menenggelamkan musuh mereka dalam keadaan mereka menyaksikan, kemudian mereka melewati sekelompok manusia yang sedang thawaf (mengelilingi) patung mereka.

Maka mereka (sebagian bani israil) berkata kepada Nabi Musa:

{اجعل لنا إلـها كما لهم ءالهة}

"Buatkanlah untuk kami sesembahan (selain Allah) sebagaimana mereka memiliki sesembahan-sesembahan."

Maka Nabi Musa mengingkari mereka dan berkata:

{إن هؤلاء متبر ما هم فيه}

"Sesungguhnya mereka itu akan dihancurkan kepercayaan yang di anutnya".

Yakni sia-sia.

{وباطل ما كانوا يعملون}

Dan akan sia-sia apa yang telah mereka kerjakan.

karena itu Kesyirikan,

{قال أغير الله أبغيكم إلـها وهو فضلكم على العالمين} الأعراف: ١٣٩-١٤٠

"Musa menjawab: "patutkah aku mencari Tuhan untuk kamu yang selain daripada Allah, padahal Dialah yang telah melebihkan kamu atas segala umat." {Al-A'raf 139-140}

Nabi Musa mengingkari permintaan mereka sebagaimana juga Nabi kita Muhammad mengingkari permintaan sebagian shahabat yang baru masuk islam, namun bani israil dan juga sebagian shahabat tersebut tidak berbuat syirik.

Ketika bani israil berkata seperti itu tidak dihukumi musyrik karena mereka tidak jadi melakukan, demikian pula sebagian shahabat tersebut. Seandainya mereka benar-benar membuat dzatu anwath, maka mereka berbuat syirik, akan tetapi Allah menjaga mereka. Ketika Nabi mereka melarang, maka mereka berhenti.

Mereka berkata seperti itu karena jahil (belum tahu), mereka tidak mengatakannya dengan sengaja. Ketika mereka telah mengetahui bahwa perbuatan seperti itu syirik, merekapun berhenti dan tidak malakukannya. Seandainya melakukannya, maka mereka berbuat syirik kepada Allah.

Bersambung insya Allah...

Diterjemahkan oleh Ummu Bakr Qonitah Al Windaniyyah. Telah dikoreksi oleh Al-Ustadzah 'Aisyah Ummu Hudzaifah As-Samarindiyyah حفظهما الله.

●Dipublikasikan: Selasa, 14 Syawwal 1437H/19 Juli 2016.

Saalikat Manhaj Salaf

» http://saalikatmanhajsalaf.blogspot.co.id/
» bit.ly/Saalikat_ManhajSalaf

This entry was posted in

0 komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.